2023 baru aja mulai, tapi udah banyak aja nih yang nggak semangat. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah, menyebutkan kalo 2,8 juta pengangguran di Indonesia merasa hopeless of job alias kehilangan harapan dalam mencari pekerjaan.
Sebelumnya, angka pengangguran di Indonesia sempat naik menjadi 7,2 %di tahun 2021 akibat pandemi Covid-19. Tapi, pemerintah berhasil menurunkan angka pengangguran dalam waktu satu tahun ke level 5,82 % atau mencapai 8,4 juta orang.
Menaker Ida Fauziah mengakui, kalo menurunkan angka pengangguran di Indonesia itu nggak gampang. Sebab, tantangan utamanya adalah angkatan kerja saat ini malah merasa kehilangan harapan untuk bekerja.
"Tantangan hopeless of job cukup tinggi. Mereka sudah tidak punya harapan lagi," kata Ida
Tingkat Pendidikan Rendah
Dari 2,8 juta pengangguran tersebut, tercatat 76,9% nya adalah lulusan SMP ke bawah guys.
Tingkat pendidikan yang rendah ini jadi penyebab para angkatan kerja nggak memiliki harapan yang tinggi untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Bisa dibilang, mereka insecure dengan pendidikan mereka dan merasa kalah saing dengan lulusan yang lebih tinggi.
"Jadi karena tingkat pendidikan rendah, mereka tak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Ini mengindikasikan tingkat pendidikan mereka tak mampu menyiapkan mereka memasuki pasar kerja, baik pendidikan yang rendah maupun kompetensi mereka,” tambah Ida.
Baca juga: Keterima Kerja Sih Happy, Tapi Ada yang Lebih Loh!
Sulit Menciptakan Lapangan Kerja
Dilansir dari website resmi Kemnaker, tantangan yang kedua dalam penurunan angka pengangguran adalah sulitnya menciptakan lapangan kerja, khususnya di sektor formal.
Budaya Kerja
Tantangan yang ketiga adalah budaya kerja yang baru seperti saat ini masih belum bisa diadaptasi oleh sebagian besar para pencari kerja.
"Generasi Y dan Z yang masuk dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja baru. Misalnya nilai work-life-balance, pekerjaan yang bermakna dan worktainment," ungkap Ida.
Digitalisasi
Tantangan keempat adalah risiko mismatched atau ketidaksesuaian antara supply and demand karena digitalisasi.
Digitalisasi yang terjadi saat ini tentunya mendorong sejumlah perubahan, seperti permintaan keterampilan kerja, pola hubungan kerja, serta waktu dan tempat bekerja yang semakin fleksibel.
Hmm.. gara-gara ini kali ya muncul istilah seperti WFA (Work From Anywhere) atau Hybrid~
Menurut Ida, cara ampuh untuk mengatasi pengangguran di indonesia adalah dengan menciptakan pasar tenaga kerja yang inklusif.
Di sisi lain, data BPS mencatat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2022 sebesar 5,86%. Angka ini mengalami penurunan 0,63% jika dibandingkan dengan Agustus 2021 sebesar 6,49%.
Mirisnya, jumlah pengangguran dari tahun 2020 hingga 2022 paling banyak tersebar justru di perkotaan guys. Ada 7,74 persen TPT di perkotaan pada Agustus 2022, berbanding dengan 3,43 persen TPT di pedesaan.
Baca juga: 5 Alasan Anak Jaman Now Gak Jadi Resign Kerja
Dari sisi kelompok usia, pengangguran di Indonesia didominasi oleh penduduk yang berusia 15-24 tahun yakni, masuk dalam kategori TPT sebesar 20,63% pada tahun ini. Jumlah ini lebih banyak daripada penduduk usia 25-29 tahun (3,36%) dan 60 tahun ke atas (2,85%).
Pasti lo penasaran kan, daerah paling banyak yang memiliki pengangguran paling banyak ada dimana sih? Berdasarkan data BPS, berikut 10 daerah atau provinsi dengan pengangguran tertinggi di Indonesia per Agustus 2022:
1. Jawa Barat (8,31%)
2. Kepulauan Riau (8,23%)
3. Banten (8,09%)
4. DKI Jakarta (7,18%)
5. Maluku (6,88%)
6. Sulawesi Utara (6,61%)
7. Sumatra Barat (6,28%)
8. Aceh (6,17%)
9. Sumatra Utara (6,16%)
10. Kalimantan Timur (5,71%)