Baru-baru ini, ada kabar yang sempat bikin publik gempar nih guys tentang label halal. So, ada sebuah laporan dari masyarakat soal temuan produk pangan dengan nama tuyul, tuak, beer, serta wine yang mendapat sertifikat halal BPJPH Kementerian Agama.
Merespons laporan tersebut, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mencoba buka suara.Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan pihaknya telah melakukan konfirmasi, klarifikasi, dan pengecekan soal laporan tersebut.
"Dari hasil investigasi dan pendalaman, terkonfirmasi bahwa informasi tersebut valid, produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare, tanpa melalui audit Lembaga Pemeriksa Halal, dan tanpa penetapan kehalalan melalui Komisi Fatwa MUI," kata Asrorun dalam keterangan resmi, dikutip dari CNN Indonesia.
dok. AkuratBanten
Menurut Asrorun, nama-nama produk tersebut enggak diizinkan mendapatkan sertifikasi halal karena enggak sesuai standar MUI. Pihak MUI menegaskan enggak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut.
Sejumlah produk tersebut memang terbukti valid dan memiliki informasi yang tercatat jelas dalam situs BPJPH, dan diarsipkan oleh pelapor.
Tapi, dalam beberapa hari terakhir ini, nama-nama produk tersebut enggak muncul lagi pada aplikasi BPJPH. Asrorun mengaku, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan BPJPH Kemenag untuk mencari jalan keluar terbaik agar kasus serupa enggak terulang.
"Sementara penerbitan Sertifikat Halal terhadap produk-produk tersebut, tidak melalui MUI dan menyalahi fatwa MUI tentang standar halal," ujarnya.
Di sisi lain,, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menjelaskan sertifikasi halal melalui self declare mengandung kerawanan, karena itu harus hati-hati sekali.
"Pihak-pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi halal, lebih khusus melalui self declare harus berhati-hati dan ekstra teliti, serta mematuhi standar halal yang berlaku. Harus benar-benar memastikan bahwa produk tersebut merupakan produk yang sudah jelas kehalalannya dan proses produksi sederhana. Juga harus memperhatikan titik-titik kritis dalam proses halal” kata Huda, dikutip dari CNN Indonesia.
dok. Konten Islam
Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal, ada empat kriteria penggunaan nama dan bahan. Salah satunya adalah enggak diperbolehkan menggunakan nama dan/atau simbol makanan dan/atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Dilansir dari CNN Indonesia, berikut ketentuan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal:
a. Produk yang menggunakan nama dan/atau simbol-simbol kekufuran, kemaksiatan, dan/atau berkonotasi negatif;
b. Produk yang menggunakan nama benda/hewan yang diharamkan, kecuali:
1) yang telah mentradisi ('urf) yang dipastikan tidak mengandung bahan yang diharamkan;
2) yang menurut pandangan umum tidak ada kekhawatiran adanya penafsiran kebolehan mengkonsumsi hewan yang diharamkan tersebut;
3) yang mempunyai makna lain yang relevan dan secara empirik telah digunakan secara umum.
c. Produk yang berbentuk babi dan anjing dengan berbagai desainnya;
d. Produk yang menggunakan kemasan bergambar babi dan anjing sebagai fokus utama;
e. Produk yang memiliki rasa/aroma (flavour) unsur benda atau hewan yang diharamkan;
f. Produk yang menggunakan kemasan yang berbentuk dan/atau bergambar erotis dan porno.
Nikmati "satu aplikasi, beragam hiburan terkini" mulai dari berita, kuis, video, dan artikel rekomendasi terkini eksklusif untuk Gen Z dan Milenial. Tunggu apa lagi? Unduh aplikasi KUY! sekarang di Google Play Store dan App Store.