Pemerintah Bolehkan Korban Pemerkosaan Lakukan Aborsi, Ini Aturannya

Kalcer 31 Juli 2024 • 14:38

Editor: Lulu Azizah

cover
iStock

Sudah bukan rahasia lagi ya kalo kasus pemerkosaan di Indonesia itu kurang mendapatkan perhatian khusus, justru banyak korban yang lebih dirugikan dibandingkan pelakunya. Bahkan, ada beberapa kasus yang justru menikahkan korban dengan pelaku pemerkosaan dengan alasan hamil. 

Melihat fenomena yang terjadi, akhirnya banyak juga nih wanita Indonesia yang merasa enggak terima dan mendesak pemerintah membuat aturan yang lebih tegas. 

Nah, baru-baru ini pemerintah resmi mengesahkan aturan PP Kesehatan terbaru, yang dimana salah satu isi aturannya mengatur tentang korban pemerkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual diperbolehkan melakukan aborsi dengan bantuan tenaga kesehatan dan tenaga medis jika terindikasi hamil. 

Hal tersebut tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP Kesehatan terbaru ini telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diterbitkan pada Jumat, 26 Juli 2024.

University Hospitals

Adapun aturan soal korban tindak pidana perkosaan boleh melakukan aborsi tertuang dalam Pasal 116.

"Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana," bunyi Pasal 116. 

Selain itu, pada asal 117 diatur pula tentang individu yang boleh melakukan aborsi bersyarat, karena indikasi kedaruratan medis. 

"Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 meliputi: a. kehamilan yang mengancam nyawa dan Kesehatan ibu; dan/atau b. kondisi Kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan," bunyi pasal 117.

Kemudian, kehamilan yang disebabkan akibat pemerkosaan atau akibat tindak pidana kekerasan seksual harus dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.

Selain keterangan dari dokter, kehamilan tersebut juga harus disertakan dengan keterangan penyidik mengenai dugaan pemerkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Shutterstock

Adapun pasal 119 berbunyi tindakan aborsi hanya bisa dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang sumber daya kesehatannya sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan.

Dalam proses pelayanan aborsi harus diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan. Berdasarkan pasal 121 ayat 3, tim pertimbangan ini harus diketuai oleh komite medik rumah sakit dengan anggota tenaga medis yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Kemudian, ketika korban pemerkosaan ingin melakukan aborsi, mereka harus mendapat pendampingan konseling guys, sesuai yang tertuang dalam pasal 124. 

“Apabila selama pendampingan korban hendak berubah pikiran dan membatalkan aborsi berhak mendapat pendampingan hingga persalinan,” bunyi pasal 124 ayat 1.

Terus, apa yang terjadi dengan sang anak? Anak yang dilahirkan berhak diasuh oleh ibu atau keluarganya, tapi jika tak mampu bisa diasuh oleh lembaga pengasuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Nikmati "satu aplikasi, beragam hiburan terkini" mulai dari berita, kuis, video, dan artikel rekomendasi terkini eksklusif untuk Gen Z dan Milenial. Tunggu apa lagi? Unduh aplikasi KUY! sekarang di Google Play Store dan App Store.

Why don't you check this?