Penjelasan Ilmiah Laki-laki Lebih Manja Saat Sakit Dibanding Perempuan

Sci & Tech 04 Juli 2024 • 13:29

Editor: Inggita Widia

cover
Catcpedia

Laki-laki tuh kalo berdarah, kecelakaan, bahkan kalo kepalanya bocor pun tetap bisa jalan dengan sehatnya. Tapi kalo udah sakit demam, beuh, manjanya lebih-lebih dari anak umur 2 tahun.

Kenapa bisa gitu ya?

Padahal, perempuan kalo sakit flu atau demam masih bisa nyapu, ngepel, masak, nyikat kamar mandi, cuci mobil, atau pasang kusen pintu. Kalo diliat-liat, kan harusnya fisik laki-laki lebih kuat daripada perempuan. Nah, buat menjawab fenomena ini, ayo kita bahas lebih dalam lagi.

Baca juga: Studi: Rasa Sakit Pasien Cowok Lebih Cepat Berkurang Kalo Diperiksa Dokter Cewek

 

Faktor psikologi laki-laki lebih lemah dari perempuan

Penyebab utama kenapa laki-laki cenderung lebih manja pas sakit dibanding perempuan adalah faktor psikologis. Reaksi ini bisa muncul sebagai bentuk penolakan terhadap persepsi umum yang ada di berbagai kalangan.

Secara fisik, laki-laki emang lebih kuat, tapi toleransi sakit mereka lebih lemah dibanding perempuan. Pas ngerasa tubuhnya ngalamin gejala sakit, laki-laki lebih cenderung milih buat istirahat sebentar. Ini bisa disebut sebagai bentuk memanjakan diri sendiri, dengan harapan cepat pulih.

Selain itu, pas ngerasa tubuhnya nggak fit, laki-laki punya pandangan bahwa kesehatan mereka secara keseluruhan lagi bermasalah dan butuh tindakan. Beda sama perempuan yang lebih cuek terhadap gejala yang mereka rasain pas sakit.

Faktor lingkungan yang dipengaruhi norma, serta faktor sosial antara pasangan juga punya pengaruh. Misalnya, suami mau dapet perhatian lebih dari istri pas lagi sakit, karena dalam kehidupan sehari-hari suami selalu berperilaku gentle walaupun, dan saat sakit mereka butuh perhatian pasangan.

Jadi, sering kali ditemukan bahwa cowok akan manja ke pasangannya selama mereka ngalamin gejala sakit. Reaksi manja dan butuh perhatian ini hal yang normal dan wajar dilakukan oleh cowok maupun cewek. Tapi, toleransi sakit tiap orang beda-beda.

Baca juga: Studi: Kenapa Perempuan Bisa Kerja Lebih Keras Dibanding Laki-laki?

 

Beberapa riset ilmiah terkait hal ini

Jadi, ada beberapa studi yang coba jelasin fenomena ini, tapi udah pasti penjelasan ini berdasarkan riset ilmiah ya. Disclaimer dulu kalo ini tuh gak bisa digeneralisasi buat semua orang karena setiap orang punya tingkat toleransi sakit yang beda.

Riset dari jurnal American Journal of Physiology ngungkap alasan perbedaan respons pas sakit karena faktor produksi hormon yang beda. Perempuan punya pasokan hormon estrogen yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Selain itu, hormon testosteron juga mempengaruhi persepsi sakit pada laki-laki.

Penelitian ini jelasin bahwa hormon estrogen bisa memberikan ketahanan lebih terhadap virus yang coba nginfeksi tubuh. Karena perempuan memproduksi hormon estrogen lebih banyak daripada laki-laki, maka laki-laki cenderung ngerasa sakit lebih besar dibanding perempuan.

Ada riset lain nih dari Cambridge University juga bilang bahwa laki-laki udah berevolusi, di mana tingkat kekebalan tubuh laki-laki lebih lemah dibanding perempuan. Jadi, laki-laki lebih mungkin ngalamin gejala sakit yang lebih parah saat kena virus.

Hormon estrogen pada perempuan bisa kasih efek analgesik atau ngurangin rasa sakit. Estrogen bisa pengaruhi jalur penghantar rasa sakit di otak dan sumsum tulang belakang. Kadar estrogen yang lebih tinggi pada perempuan mungkin kasih perlindungan terhadap beberapa jenis rasa sakit, seperti nyeri neuropatik (akibat kerusakan saraf).

Sementara itu, pada laki-laki, testosteron juga bisa pengaruhi respons terhadap rasa sakit. Walaupun testosteron cenderung lebih rendah pengaruhnya dibanding estrogen dalam hal rasa sakit. Penelitian nunjukin bahwa testosteron bisa pengaruhi persepsi rasa sakit dan respons terhadap obat penghilang rasa sakit.

Profesor ahli mikrobiologi dan imunologi, Sabra Klein, jelasin bahwa laki-laki punya reseptor yang lebih aktif pada sel imun mereka dibanding perempuan. Ini yang bikin laki-laki ngerasa dampak gejala penyakit yang lebih besar. Tapi, respons terhadap rasa sakit juga dipengaruhi sama faktor psikologis, sosial, dan lingkungan, nggak cuma oleh hormon. Jadi, karakter individu dan konteks yang lebih luas juga berperan penting dalam bagaimana seseorang bereaksi terhadap rasa sakit, terlepas dari jenis kelamin mereka.

Baca juga: Studi: Perempuan Lebih Sulit Berhenti Merokok Dibanding Pria

 

 

Nikmati "satu aplikasi, beragam hiburan terkini" mulai dari berita, kuis, video, dan artikel rekomendasi terkini eksklusif untuk Gen Z dan Milenial. Tunggu apa lagi? Unduh aplikasi KUY! sekarang di Google Play Store dan App Store.

Why don't you check this?